This interactive crossword puzzle requires JavaScript and any recent web browser, including Windows Internet Explorer, Mozilla Firefox, Google Chrome, or Apple Safari. If you have disabled web page scripting, please re-enable it and refresh the page. If this web page is saved on your computer, you may need to click the yellow Information Bar at the top or bottom of the page to allow the puzzle to load.
CONTENT 1 The website is still under construction (LEONARDO TPBLN) Thanks
CONTENT 2 The website is still under construction (LEONARDO TPBLN) Thanks
CONTENT 3 The website is still under construction (LEONARDO TPBLN) Thanks
CONTENT 4 The website is still under construction (LEONARDO TPBLN) Thanks
CONTENT 5 The website is still under construction (LEONARDO TPBLN) Thanks
CONTENT 6 The website is still under construction (LEONARDO TPBLN) Thanks

Kami mohon maaf jika belum berjalan dengan baik. Silahkan laporkan ke Admin di FB jika menemukan Bug/error, untuk segera diperbaiki. terima kasih

Aksara Batak

Sebelum aksara Batak yang dikomputerkan dulu pernah ada huruf cetakan yang digunakan oleh berbagai penerbit di Amsterdam, Wuppertal, Batavia, dan Laguboti untuk mencetak surat Batak versi Toba. Berikut ini jenis-jenis huruf yang pernah digunakan oleh pihak zending di Jerman (Elberfeld), di Tanah Batak (Laguboti) maupun oleh Landsdrukkerij atau percetakan negeri (Batavia). Tentu saja yang dipakai oleh percetakan adalah bentuk yang sudah distandardisasi sementara dalam naskah-naskah asli terdapat keragaman pada bentuk yang diakibatkan oleh berlainan daerah (misalnya Silindung, Humbang, Toba, Uluan, Samosir, dsb) dan berlainan tradisi yang diturunkan oleh para datu yang menjadi ahli aksara dalam masyarakat Batak tempo dulu.
Tabel berikut membandingkan huruf cetakan zending dengan huruf yang terdapat dalam pustaha:
Huruf Cetakan Zending & Landsdrukkerij
Mari berikut ini kita simak berbagai varian aksara Batak Toba yang saya ambil dari enam pustaha yang ditulis oleh enam orang yang berbeda dan yang berasal dari enam daerah yang berbeda di Toba, Samosir, dan Silindung. Keenam pustaha dibandingkan dengan Font Aksara Batak yang diciptakan oleh Uli Kozok:

Perbedaan Font Komputer dengan huruf cetakan Zending dan Landsdrukkerij tidak terlalu menonjol, akan tetapi terdapat beberapa kejanggalan: Na versi Laguboti memiliki ekor ke kanan yang terlalu panjang sementara bundaran pada ketiga huruf cetakan terlalu kecil. Kejanggalan itu diperbaiki pada font komputer.
Pada aksara Ta terdapat dua bentuk yang kira-kira sama umum dapat ditemukan pada naskah Toba: yaitu ta-utara dan ta-selatan . Bentuknya ta-utara sama dengan ta di Pakpak dan Karo, sementara ta-selatan sama bentuknya dengan ta di Angkola, Mandailing dan di Simalungun. Zending dan Landsdrukkerij hanya menggunakan ta-selatan sebagai bentuk “baku” untuk Toba, sementara Font Komputer menawarkan kedua varian.
Aksara MA yang digunakan oleh Landsdrukkerij Batavia merupakan bentuk yang sangat disederhanakan  dan yang hanya ditemukan di Mandailing. Di Toba bentuk ini tidak dapat ditemukan. Bentuk huruf Ma diperbaiki sedemikian rupa pada font komputer sehingga paling sesuai dengan bentuk yang paling sering ditemukan pada pustaha-pustaha Batak.
Huruf cetakan Zending dan Landsdrukkerij, walaupun tidak sepenuhnya memuaskan, masih jauh lebih baik daripada nasib yang menimpa aksara Batak di zaman kemerdekaan.
Huruf cetakan zending hilang selama perang dunia ke-2 dan terpaksa orang kembali menggunakan tulisan tangan. Masalahnya pada waktu itu sudah tidak ada lagi orang yang masih betul-betul menguasai tradisi menulis dengan aksara Batak. Hasilnya betul-betul menyedihkan:
Ada beberapa buku sekolah yang mengajarkan bentuk-bentuk aksara “Toba” yang serba aneh dan sama sekali berbeda dengan naskah-naskah asli. Hurufnya cuga lebih dekat ke Mandailign daripada Toba. Aksara juga berbeda-beda tergantung pada penulisnya. Jadi para siswa yang mempelajari aksara Batak di sekolah tidak sanggup membaca naskah Toba karena aksaranya sudah berbeda total. Yang juga sangat mengganggu adalah keindahan aksara asli Batak yang sudah hilang sama sekali. Huruf-huruf baru yang diciptakan oleh berbagai pengarang (dan tentu saja semua klaim keaslian aksara yang mereka ciptakan) kehilangan proporsi dan kesimbangannya.
Kalau Anda mau melihat contoh yang betul-betul luar biasa jelek dan aneh lihat tabel “Aksara Daerah” pada halaman 1341 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi ke-3, 2002.
Nah, itu hanya sala satu dari puluhan versi “aksara Batak” yang beredar pada saat itu (dan sampai sekarang masih beredar) dan keadaannya menjadi betul-betul tidak karuan dan sangat memprihatinkan. Unsur seninya juga hilang sama sekali. Ini sebuah contoh aksara yang tidak karuan (dan juga mengandung sejumlah kesalahan karena penulisnya tidak betul-betul memahami sistem tulisan Batak). Sebelah kanan tampak versi yang sudah diperbaiki dan yang sudah benar aksara Bataknya:
Untuk mengembalikan estetika huruf Batak yang asli, dan untuk memberdayakan siswa agar mereka bisa membaca naskah-naskah asli Batak maka kami ciptakan font Batak yang memang 100% sesuai dengan huruf Batak seperti yang ada di naskah. Font komputer itu diciptakan setelah diadakan pemetaan aksara yang terdapat pada 100 naskah Batak. Bentuk yang paling sering dipakai lalu digunakan dalam font Toba, sementara untuk font Mandiling dipilih varian yang paling umum di Mandailing dsb. Pada penciptaan Font Kompter kami usahakan untuk menjaga keseimbangan, terutama keseimbangan antara ina dan anak ni surat.

MULA NI GORGA BATAK


Dung mardongan saripe Datu Gombut nabolon dohot Siboru Jongjong Anian Siboru Tibal Tudoson, tubu ma buhabajuna, PUSTAHA (Parbinotoan Hadatuon Partungkangon) Anggir, Lada, dohot Napuran. Di urang paduahon, tubu ma muse parhobas tonun dohot Parbinotoan ragi (Sirat, Uhir) dohot rupa ni bonang dohot ulos.
Patolu halihon, ditubuhon ma dakdanak na marporhas sada anak, sada boru, ima: Si Aji Donda Hatahutan dohot Siboru Sopak Nauasan manang: Siboru Sopak Panaluan. Dung magodang dak-danak nadua i, di pasahat Datu Gombut ma tuanakna i boha isara martungkang na taho jala jago, salpu i pe asa dipasahat pustaha, (urang na parjolo) na so tolap binungkana i. Ai ingkon si Aji Donda Hatahutan do naboi mangungkap pustaha i.
Mulai sian ombas i ma gabe halak namalo martungkang, anakna on ala adong di ibana sahala pande, songon i nang Siboru Sopak Panaluan na manean hamaloon martonun, partonun nautusan na mangantusi ragi ni ulos rodi rumangna. Nasahali, uju martonun siboru, na so panagamanna marsirahutan jala marsiranggingan ma angka bonang na marbolongan na tarbuang i, gabe martompa gurit lontik na tudos tu lopian parjolo di pustaha tinean ni ibotona i. Impol ma roha dohot mata ni si baoa on tusi, laos hatop ma i di uhirhon dohot piso na tajom tu dorpi jolo bagasnasida. Ujungna gok gorga ma dinding ni jabunasida i. Sogo do antong roha ni siboru, digasgas ni ibotona pande ruma i. Lobi muse dope jut ni roha ni nagodangna, Datu Gombut. Di rohana nungnga na hasoropan anakna i mangulahon gas-gas ni tanganna i. Martahi ma nasida, mangusir tondi na hodar sian anak na i. Dung di pahembang lage-lage, tiar diparade ma saoan pangurasan (marisi aek, dohot untemungkur) daupa (haminjon natinutung dohot gara ni api) ipe asa disuru si Aji Donda Hatahutan, hundul di lage-lage tiar i. Martonggo ma Datu Gombut tu Mulajadi Nabolon asa di usir tondi nahodar sian si Aji Donda Hatahutan, hape tompu mahasoropan anak na i. Disuru hasandaran i ma amana, papunguhon nasa ula-ula dohot parhau laho pajongjongkon sada ruma bolon.
Diuhir ibana ma denggan, ipe asa dipajonjong ruma gorga dohot sahala pande ruma nabinotona. Tarida ma disi ragam ni gorga pea, silunduni pahu, ipon-ipon, hoda-hoda, adop-adop, desa naualu, bindu natonga. Dipudian ni ari tamba muse dohot singa-singa, boras pati, jaga dompak, jorngom-jorngom, jenggar, parhis marodor.